
jejakkasus.co.id, KOTA CIREBON – DPRD Kota Cirebon fasilitasi pertemuan antara Manajemen PT KAI, BT Batik Trusmi dengan Pegiat Budaya terkait Polemik Naming Right Stasiun Cirebon, Jawa Barat (Jabar), Kamis (2/10/2025).
Pasalnya, penamaan Stasiun Cirebon menjadi Stasiun Cirebon BT Batik Trusmi menuai Polemik ditengah masyarakat. Pro dan kontra itu terjadi setelah adanya kerja sama PT KAI dengan BT Batik Trusmi terkait Naming Rights.
Hadir anggota DPRD Kota Cirebon dalam Rapat Dengar Pendapat, yaitu Ketua Komisi I DPRD Agung Supirno, S.H., Wakil Ketua Komisi I DPRD Syaifurrohman, S.E., M.M., Sekretaris Komisi I DPRD Aldyan Fauzan Ramadlan Sumarna dan anggota Komisi I DPRD Cicih Sukaesih.
Hadir juga Ketua Komisi III DPRD Yusuf, M.Pd., Wakil Ketua Komisi III DPRD Sarifudin, S.H., Sekretaris Komisi III DPRD R. Endah Arisyanasakanti, S.H., anggota Komisi III DPRD Indra Kusumah Setiawan, AMd., Umar Stanis Klau, Leni Rosliani, SIP., serta Sekretaris Komisi II DPRD Subagja dan anggota Komisi II DPRD M. Noupel, S.H., M.H.
Merespons hal itu, DPRD Kota Cirebon memfasilitasi pertemuan dengan mengundang sejumlah pihak melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Griya Sawala Kota Cirebon, di antaranya Manajemen KAI DAOP 3 Cirebon, Manajemen BT Batik Trusmi, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar), Pegiat Budaya dan Ahli Sejarah, serta Organisasi dan Tokoh Masyarakat.
Memimpin jalannya rapat, Wakil Ketua II DPRD Kota Cirebon Fitrah Malik, S.H., menjelaskan, Rapat Dengar Pendapat ini dilaksanakan untuk menguraikan kronologis kejadian dan memberikan rekomendasi atas Polemik yang terjadi.
“Rapat berjalan bagus, karena semua diberi kesempatan berpendapat. Yang tersampaikan, utamanya jangan mengganti nama Stasiun Cirebon menjadi Cirebon BT Batik Trusmi,” kata Fitrah Malik usai rapat.
Ia menilai, penamaan Stasiun Cirebon semestinya menyematkan pula Frasa Kejaksan. Sebab, hal itu sesuai dengan dua peraturan yang telah ditetapkan, yaitu Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.58/PW.007/MKP/2010, serta Surat Keputusan Walikota Nomor 19/2001.
Atas aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat, DPRD Kota Cirebon merekomendasikan agar penamaan Stasiun Cirebon diubah menjadi Stasiun Cirebon Kejaksan.
Adapun terkait proses kerja sama antar kedua pihak, Fitrah menilai, hal itu diperbolehkan selama tidak mengubah nama Stasiun Cirebon.
“DPRD merekomendasikan Stasiun Kereta Api Cirebon menjadi Stasiun Kereta Api Cirebon Kejaksan, karena sebelumnya tertuang di Kepwal dan Permenbudpar terkait bangunan Cagar Budaya,” tambahnya.
Sementara itu, Wakil Ketua I DPRD Kota Cirebon Harry Saputra Gani, S.H., menyayangkan sikap Manajemen BT Batik Trusmi yang meninggalkan ruangan sebelum rapat ditutup secara resmi.
Karena menurutnya, RDP menjadi momen penting bagi masing-masing pihak menyampaikan aspirasi dan mencari titik temu atas Polemik yang sedang terjadi.
Harry juga merekomendasikan agar kerja sama Naming Right antara KAI dan BT Batik Trusmi dibatalkan, sehingga penamaan Stasiun Cirebon tetap merujuk pada peraturan yang ada, yaitu menjadi Stasiun Cirebon Kejaksan.
“Hasil rapat, kami bersepakat merekomendasikan pembatalan kerja sama Naming Right di Stasiun Cirebon. Sementara, perubahan nama Stasiun, yaitu menjadi Stasiun Cirebon Kejaksan,” katanya.
Sementara itu, Vice President Daop 3 Cirebon Mohammad Arie Fathurrochman menyampaikan, pihaknya menerima aspirasi masyarakat melalui Rapat Dengar Pendapat yang difasilitasi DPRD.
Menurutnya, hal tersebut dapat dilakukan dengan permohonan dari Pemerintah Daerah untuk mengubah nama Stasiun Cirebon menjadi Stasiun Cirebon Kejaksan.
“Buat kami, aspirasi masyarakat itu utama, jadi artinya aspirasi rakyat Cirebon yang menginginkan Stasiun Cirebon harus ada Kejaksan, kami tampung,” katanya.
Arie juga menambahkan, seluruh hasil RDP akan disampaikan ke Manajemen KAI Pusat, dan pihaknya akan meninjau ulang perihal proses kerja sama dengan BT Batik Trusmi terkait Naming Right di Stasiun berdasarkan dinamika yang terjadi.
Ia juga menyampaikan permohonan maaf, sebab menurutnya, ada miskomunikasi antara KAI dengan Pemerintah Daerah serta Budayawan dan Sejarawan terkait kearifan lokal di Kota Cirebon.
“Sementara statusnya masih Stasiun Cirebon. Bahwa perbedaan persepsi ini kita perbaiki bersama, bisa kita satukan dengan usulan Stasiun Cirebon disesuaikan menjadi Stasiun Cirebon Kejaksan,” ungkapnya.
Terpisah, Kepala Disbudpar Kota Cirebon Agus Sukmanjaya, S.Sos., M.Si., menyebut, akan mengusung aspirasi masyarakat untuk penyesuaian Dokumen yang ada di Pemerintahan Daerah dengan Dokumen yang ada di PT KAI.
Agus juga berharap, ke depan peristiwa seperti ini tidak lagi terjadi dan komunikasi antar Stakeholder terus ditingkatkan.
“Hasil RDP ini menjadi pemantik untuk lebih meningkatkan koordinasi antar Stakeholder, terutama dari Tim Ahli Cagar Budaya yang ditugaskan pemeliharaan dan pelestarian Cagar Budaya, agar tidak disalahgunakan,” pungkasnya. (Om JK)