LAHAT, jejakkasus.co.id – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek pembuatan peta desa fiktif di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, kembali berlangsung panas. Persidangan di Pengadilan Tipikor Palembang, Senin (10/11/2025), menghadirkan dua terdakwa utama, yakni mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Lahat Darul Effendi dan pihak swasta dari PT Citra Data Indonesia, Angga Muharram.
Keduanya dihadirkan secara bersamaan untuk saling memberikan kesaksian di hadapan majelis hakim yang dipimpin Sangkot Lumban Tobing. Suasana tegang muncul ketika hakim mulai menelusuri aliran uang serta kejanggalan proses pengadaan proyek tersebut.
Dalam keterangannya, Angga mengaku sempat ditolak oleh Darul saat pertama kali mengajukan penawaran pembuatan peta desa. Namun, proyek tersebut justru akhirnya diberikan kepadanya setelah terbit surat edaran terkait batas wilayah desa di Sumatera.
Hakim kemudian mengajukan pertanyaan tajam, “Kalau awalnya ditolak, kenapa akhirnya bisa dapat proyek itu?”
Angga menjelaskan bahwa proyek itu diterima setelah ia kembali mengirim surat ke bupati dan menemui Darul. Ia juga mengungkapkan adanya pemberian uang sebesar Rp 80 juta kepada Darul yang disebut sebagai “uang transport”. Menurut Angga, uang tersebut diberikan tiga kali melalui seseorang bernama Fizi.
Ia turut mengakui adanya pemberian cashback kepada beberapa kepala desa agar mereka bersedia mencairkan dana kegiatan. Meski demikian, Angga mengklaim tak menikmati keuntungan pribadi dari proyek tersebut.
“Saya tidak menikmati hasilnya sama sekali. Semua habis untuk operasional,” ujarnya di persidangan.
Pernyataan tersebut membuat majelis hakim meragukan keterangannya, terlebih nilai kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 4,1 miliar.
Persidangan masih akan berlanjut dengan agenda pemeriksaan terdakwa Darul Effendi dan saksi-saksi lainnya. Jaksa memastikan akan memperdalam aliran dana, mekanisme proyek, serta dugaan rekayasa dokumen yang membuat proyek peta desa ini disebut-sebut fiktif.
Kasus tersebut kini menjadi sorotan publik karena menyangkut transparansi anggaran desa dan dugaan praktik korupsi yang diduga tersusun rapi di lingkup birokrasi.
(Ical)
![]()
