jejakkasus.co.id, INDRAMAYU – Forum Kepala Sekolah Swasta (FKKS) Kabupaten Indramayu menggugat keputusan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan tersebut terkait dengan keputusan gubernur yang menambah rombongan belajar (rombel) di sekolah negeri.
Menurut FKKS, keputusan sepihak Gubernur Dedi Mulyadi selain menabrak aturan, juga merugikan sekolah swasta di Jawa Barat, tak terkecuali di Indramayu.
“Putusan ini sepihak, menabrak-nabrak aturan yang sudah ada. Dampaknya merugikan sekolah swasta di Jawa Barat dan Indramayu,” tutur Ketua FKSS Indramayu, Wiwin Alfian, Rabu, (16/7/2025).
Wiwin mengungkapkan, putusan penambahan rombel itu juga akan berbenturan dengan sistem yang sudah berlaku selama ini secara nasional di Kementerian Pendidikan (Kemendik). Secara sistem, yang ada di daftar pokok pendidikan (Dapodik), satu rombel terdiri dari 36 orang sehingga jika tiba-tiba menjadi 50 tidak akan diterima atai ditolak di sistem.
“Dampaknya akan sangat serius bagi siswa. Sebab statusnya menjadi illegal karena tidak masuk dalam sistem dapodik di kementerian,” ujar Wiwin.
FKSS Indramayu memberanikan diri menggugat putusan Gubernur Dedi Mulyadi lewat jalur PTUN, meskipun sebenarnya ini dikeluhkan oleh sebagian besar sekolah swasta di Jawa Barat. Dampak dari keputusan sepihak Gubernur Dedi Mulyadi yang menambah jumlah rombel di sekolah negeri dari 36 siswa menjadi 50 siswa, membuat sekolah swasta tidak kebagian siswa.
“Keputusan Pak Gubernur merugikan sekolah swasta tidak hanya di Indramayu, tetapi juga di seluruh Jawa Barat. Kami mengambil insiatif mengajukan ke PTUN,” ujar Wiwin.
Lewat gugatan yang dilayangkan ke PTUN, FKSS Indramayu menuntut pembatalan keputusan Gubernur Dedi Mulyadi Nomor : 463.1/Kep.323-Disdik/2025 tentang Petunjuk Teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) yang ujungnya penambahan rombel di sekolah-sekolah negeri.
Wiwin menjelaskan, selama ini, ada regulasi soal rombel yang bisa mencapai lebih dari 36 siswa, tetapi lebih diperuntukan bagi daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan (Permediknas) ada rasio antara luas ruangan kelas dengan jumlah siswa dalam satu rombel. Ditentukan ruang kelas seluas 72 meter persegi dengan jumlah siswa 36 orang dengan alokasi per siswa itu 2 meter persegi. Jika kini dipaksakan 50 orang, dengan luas yang tetap 72 meter, maka menjadi sempit. Tak memenuhi rasio standar pendidikan.
“Harusnya kalau 50 siswa, luas ruang kelas itu 100 meter persegi. Di Indramayu, atau di Jawa Barat sepertinya sulit dicari ruang kelas dengan luas 100 meter persegi,” ujar Wiwin.
FKSS Indramayu menyesalkan kebijakan sepihak Gubernur Dedi Mulyadi yang tidak mempelajari aturan saat mengeluarkan keputusan. “Kesannya seperti politik belah bambu. Mengangkat satu pihak, menginjak lainnya. Guru-guru swasta juga warga Jawa Barat yang harus mendapat perhatian,” kata Wiwin.
(Ron)