Ironis! Ketua Wartawan di Pamekasan Justru Intimidasi Jurnalis saat Liputan Gudang Bawang Mas

jejakkasus.co.id, PAMEKASAN – Dunia pers di Kabupaten Pamekasan kembali tercoreng. Seorang wartawan media online berinisial AH diduga mengalami intimidasi saat menjalankan tugas jurnalistik di Gudang Tembakau Bawang Mas, Desa Peltong, Kecamatan Larangan, Pamekasan, Minggu (17/8/2025).

Peristiwa bermula ketika AH duduk di taman gudang Bawang Mas. Tiba-tiba, ia dipanggil oleh KHA, yang dikenal luas sebagai Ketua salah satu asosiasi wartawan di Pamekasan sekaligus sosok yang kerap mengklaim membela kepentingan jurnalis.

Ironisnya, alih-alih bersikap membela kebebasan pers, KHA justru hadir dalam barisan yang menekan dan mengintimidasi rekan seprofesinya sendiri. Pemanggilan itu terjadi setelah terbitnya berita mengenai keluhan warga yang usahanya terganggu akibat aktivitas gudang. Pertemuan yang semestinya bisa dijadikan ruang klarifikasi justru berubah menjadi ajang tekanan.

“Saya diajak masuk ke sebuah ruangan. Di sana sudah ada beberapa rekan wartawan senior, termasuk kuasa hukum Bawang Mas. Tiba-tiba KHA menggebrak meja dan menendang kursi di depan saya, dengan nada bicara keras bahkan bernada ancaman,” tutur AH.

Lanjutnya, ancaman tersebut, kata AH, dilontarkan secara terang-terangan.

“Kenapa kamu nulis terkait perkiraan itu? Maumu apa? Kok tidak menghargai saya, juga tanpa konfirmasi. Tak pukul di sini kamu!” bentak KHA sambil menendang kursi, sebagaimana ditirukan AH.

Padahal, AH mengaku sudah berupaya melakukan konfirmasi sebelum berita dipublikasikan. “Saya sudah coba hubungi, tapi beliau sibuk di gudang. Dalam pemberitaan juga sudah saya jelaskan di paragraf terakhir bahwa upaya konfirmasi telah dilakukan,” tegasnya.

Insiden ini memantik keprihatinan kalangan jurnalis Pamekasan. Wartawan senior Ca’ Ma’il menilai intimidasi terhadap wartawan merupakan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Kalau wartawan diintimidasi, bagaimana publik bisa mendapatkan informasi yang benar? Ini preseden buruk, bukan hanya bagi pers, tetapi juga bagi demokrasi,” ujarnya.

Lebih jauh, keterlibatan KHA menimbulkan tanda tanya besar. Bagaimana mungkin seorang wartawan, bahkan Ketua asosiasi wartawan, justru tampil sebagai aktor intimidasi terhadap sesama profesi? Publik kini mempertanyakan, apakah KHA hadir sebagai jurnalis yang menjaga independensi, atau sebagai bagian dari kepentingan pemilik gudang?

Sejumlah tokoh masyarakat juga mengingatkan agar pemilik Gudang Bawang Mas tidak salah menaruh kepercayaan.

“Kalau sosok yang mestinya membela kebebasan pers justru menjadi bagian dari tekanan, ini bahaya. Bisa-bisa gudang semakin jauh dari kontrol publik,” ungkap salah seorang tokoh.

Kemarahan publik kian menguat terhadap praktik keberpihakan yang ditunjukkan KHA. Dalam situasi ini, posisinya dinilai rancu: apakah masih pantas menyandang predikat Ketua asosiasi wartawan, atau justru telah berubah menjadi juru bicara tak resmi pemilik gudang? Sikap menekan wartawan jelas mengikis marwah profesi sekaligus menodai independensi pers.

Intimidasi terhadap wartawan bukan sekadar persoalan pribadi, melainkan ancaman terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi. Keterlibatan KHA di dalamnya semakin menambah bobot persoalan: ketika garda terdepan pers justru berbalik menjadi algojo, maka yang dipertaruhkan bukan hanya keselamatan seorang wartawan, melainkan juga masa depan kebebasan pers di Pamekasan.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak Gudang Bawang Mas maupun KHA belum memberikan klarifikasi resmi. Redaksi masih berupaya menghubungi pihak terkait guna memenuhi asas keberimbangan informasi.

(MRT)