jejakkasus.co.id, LAHAT – Tiga aktivis senior Kabupaten Lahat, yakni Ahd. As. Walan, Hendri Aidil Fajri, dan Khairul Akbar bersilaturahmi sekaligus berdiskusi dengan Ketua PW GNPK-RI Provinsi Sumatera Selatan, Aprizal Muslim, di kediamannya di Pagar Agung, Lahat, Sumatera Selatan, Selasa (9/9/2025).
Dalam diskusi santai namun penuh makna itu, Ahd. As. Walan membuka pembahasan mengenai evaluasi gerakan Perkumpulan Masyarakat Lahat Peduli. Walan menyinggung beberapa aksi demonstrasi yang pernah digelar, salah satunya juga diikuti Aprizal Muslim sebelum dirinya keluar dari perkumpulan tersebut.
Menurut Walan, aksi demonstrasi yang menuntut transparansi anggaran pembangunan melalui APBD 2025, khususnya terkait paket pokir anggota DPRD Kabupaten Lahat dengan total mencapai Rp200 miliar (atau sekitar Rp5 miliar per anggota), hingga kini belum memberikan hasil nyata.
Ia menyoroti bahwa meskipun paket pekerjaan tersebut telah diproses di Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Setda Lahat, transparansi dan kejelasan penggunaan anggarannya belum juga terlihat.
Sementara itu, Hendri Aidil Fajri menambahkan bahwa sebagai aktivis yang telah lama terjun dalam pengawasan di Kabupaten Lahat sejak era Bupati Sholihin Daut hingga kini, dirinya menilai fungsi kontrol lembaga-lembaga masyarakat semakin melemah.
“Jika semua lembaga fungsi kontrol sudah ‘dinina-bobokan’, maka tidak akan ada pengawasan terhadap penggunaan keuangan negara dalam proyek pembangunan fisik di Kabupaten Lahat. Bagaimana bisa berharap kualitas, sementara DPRD justru melaksanakan pekerjaan melalui dana pokir, sedangkan para aktivis sibuk bermain dalam pengawasan proyek,” tegas Hendri.
Ia juga mengkritisi sebagian aktivis yang bergerak hanya demi kompensasi.
“Secara pribadi, saya yang sejak era reformasi terus aktif, merasa miris melihat kawan-kawan yang bergerak, namun pada akhirnya justru mencari win-win solution untuk kepentingan pribadi,” lanjutnya.
Di sisi lain, Khairul Akbar menegaskan bahwa kebiasaan buruk sebagian aktivis sulit dihilangkan. Menurutnya, masih ada oknum yang bergerak atas nama masyarakat, namun sesungguhnya memboncengi kepentingan pribadi.
“Kalau tidak percaya, silakan cek ke ULP. Ada yang sebelumnya lantang menyuarakan transparansi anggaran pembangunan, namun ketika mendapat jatah proyek pembangunan SD Negeri 1 Merapi senilai Rp1 miliar, langsung diam seribu bahasa, seakan ditelan bumi. Tipikal aktivis seperti itu hanya bisa berbahagia dengan cara mengkhianati kawan seperjuangan,” pungkas Irul.
(Obeng)
