Jejakkasus.co.id, JAKARTA – Indonesia tengah dihadapkan pada tantangan besar dalam mempersiapkan generasi mudanya memasuki era transformasi digital dan kecerdasan buatan (AI). Ketimpangan akses pendidikan, minimnya guru terlatih di bidang sains dan teknologi, serta belum meratanya infrastruktur pendidikan menjadi hambatan utama yang masih membayangi.
Di tengah kondisi ini, peluncuran gerakan nasional STEM Indonesia Cerdas menjadi angin segar. Diresmikan pada 25 Mei 2025 oleh lima kementerian, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi, Kementerian Komunikasi dan Digital, Kementerian Kebudayaan, serta Kementerian Agama berkolaborasi dengan Riady Foundation, inisiatif ini menjadi simbol tekad kolektif bangsa untuk menciptakan masa depan yang lebih cemerlang.
Program ini tidak hanya fokus pada pengajaran keterampilan teknis, tetapi lebih dari itu, menjadi sebuah gerakan perubahan cara berpikir generasi muda Indonesia. Melalui pendekatan inklusif dan kolaboratif, STEM Indonesia Cerdas menyasar 10 juta siswa, termasuk di madrasah dan pesantren yang selama ini kurang tersentuh pembaruan STEM. Dengan dukungan 500 satuan pendidikan perintis dan komitmen pendanaan hingga Rp500 miliar, inisiatif ini menjadi salah satu program pendidikan terbesar di Indonesia.
“STEM Indonesia Cerdas mendukung visi pertumbuhan ekonomi 8 persen dan pembangunan SDM yang mandiri,” tegas Prof. Abdul Mu’ti, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah.
Ia menekankan bahwa ini bukan sekadar proyek pendidikan, tetapi bagian dari strategi besar negara. STEM adalah jalan untuk melatih cara berpikir kritis, menyelesaikan masalah, dan berinovasi kompetensi yang tak tergantikan di masa depan.
Tak kalah penting, Dr. Stephanie Riady, inisiator utama gerakan ini, menekankan pentingnya pendekatan yang membumi dan humanis dalam pendidikan STEM.
“Sains tidak harus rumit, teknologi tidak harus mahal, dan matematika tidak harus menakutkan,” ujarnya. “Justru semua itu harus terasa dekat, menyenangkan, dan relevan bagi setiap anak Indonesia.”
Pernyataan ini membalik cara pandang konvensional terhadap STEM yang selama ini terasa eksklusif dan elitis. STEM Indonesia Cerdas bertujuan menghapus batas itu—mengembalikan hak anak-anak Indonesia untuk belajar tanpa rasa takut, tanpa batas ekonomi maupun geografis.
Kolaborasi dan Teknologi untuk Pendidikan yang Setara
Kekuatan inisiatif ini terletak pada sinergi lintas kementerian dan penggunaan teknologi. Kementerian Komunikasi dan Digital menjamin perluasan akses internet, sementara Kementerian Agama membuka peluang bagi pendidikan STEM masuk ke pesantren dan madrasah.
Lebih dari sekadar pelatihan guru dan penyediaan modul ajar, STEM Indonesia Cerdas juga membangun platform digital terbuka, sistem pemantauan berbasis data, serta kurikulum modular adaptif memungkinkan semua jenis satuan pendidikan untuk bertumbuh bersama.
Menurut Prof. Dr. Yudi Darma, Guru Besar Fisika ITB dan Direktur Diseminasi Sains dan Teknologi di Kementerian Pendidikan Tinggi, inisiatif ini adalah lompatan strategis.
“Kunci keberhasilan bukan pada besarnya anggaran, tapi pada kemampuan menghubungkan inovasi dengan kebutuhan riil masyarakat,” katanya.
Dengan sistem evaluasi menyeluruh dan berkelanjutan, setiap langkah program dapat diukur dan direplikasi secara nasional. Ini menjadikan STEM Indonesia Cerdas bukan proyek jangka pendek, tetapi investasi jangka panjang untuk masa depan bangsa.
Membangun Masa Depan, Menyalakan Harapan
“Pendidikan adalah warisan terbaik yang bisa kita tinggalkan,” ujar Mochtar Riady, menutup peluncuran program dengan pesan penuh makna. “Anak-anak kita tidak hanya butuh mimpi, tapi bekal nyata untuk mewujudkannya.”
Dalam esensinya, STEM Indonesia Cerdas adalah tentang kepercayaan baru dalam pendidikan bahwa kolaborasi dapat menjangkau yang selama ini tertinggal, bahwa teknologi bisa mendekatkan dan memanusiakan proses belajar, dan bahwa masa depan bangsa bertumpu pada generasi muda yang cerdas, kritis, dan berdaya saing global.
Seiring Indonesia melangkah ke kuartal ketiga tahun 2025, harapan besar kini bertumpu pada konsistensi dan keberlanjutan inisiatif ini. Agar ia tidak sekadar menjadi slogan, melainkan benar-benar menjadi gerakan nasional.
Karena pada akhirnya, pendidikan bukan sekadar mengisi kepala, melainkan menggerakkan hati, membentuk karakter, dan menyalakan masa depan.
(Fauzy)