PALEMBANG, jejakkasus.co.id – Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K-MAKI) Sumatera Selatan menyoroti keras dugaan penyimpangan dalam proses penganggaran ganti rugi lahan kolam retensi Simpang Bandara yang mencapai Rp39,8 miliar.
Deputi K-MAKI Sumsel, Feri Kurniawan, menegaskan bahwa Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kota Palembang merupakan pihak yang paling bertanggung jawab terhadap potensi kerugian negara dalam kasus tersebut.
Menurut Feri, TAPD yang terdiri dari unsur Bappeda, Bagian Hukum, BPKAD, Asisten Pemkot, dinas terkait, serta Sekretariat Daerah, memiliki tanggung jawab penuh dalam proses penganggaran hingga pelaksanaan pembayaran ganti rugi lahan yang kini diduga bermasalah.
“Kolektif kolegial pertanggungjawaban secara hukum harus dikedepankan dalam perkara dugaan korupsi pemalsuan data tanah untuk kolam retensi Simpang Bandara,” tegas Feri Kurniawan kepada SuaraMetropolitan, Selasa (4/11/2025).
Feri mempertanyakan mengapa TAPD dinilai lalai melakukan verifikasi dan validasi terhadap dokumen sertifikat tanah penerima ganti rugi yang nilainya mencapai puluhan miliar rupiah.
“Bagaimana mungkin TAPD Kota Palembang lalai memverifikasi dan memvalidasi dokumen sertifikat tanah dengan nilai ganti rugi puluhan miliar rupiah?” ujarnya heran.
Ia menjelaskan bahwa dana sebesar Rp39,8 miliar tersebut diberikan kepada pihak penerima berdasarkan dokumen sporadik tanah yang diduga diterbitkan oleh Kelurahan Kebun Bunga, kemudian dijadikan dasar penerbitan sertifikat PTSL.
“Rp39,8 miliar diberikan ke penerima ganti rugi berdasarkan sporadik tanah yang diduga dikeluarkan Kelurahan Kebun Bunga. Kenapa tidak dilakukan verifikasi?” ungkapnya.
Feri menilai kelalaian tersebut merupakan kesalahan fatal yang tidak dapat dianggap sepele.
“Hal yang sangat bodoh kalau sertifikat PTSL atas nama Mukar Suhadi tidak diverifikasi dan divalidasi TAPD Pemkot Palembang, sementara warkahnya diduga dikeluarkan Kelurahan Kebun Bunga,” tegasnya lagi.
Ia menambahkan, sikap TAPD yang hanya menerima data tanpa proses verifikasi dan validasi menunjukkan lemahnya kontrol administrasi, sehingga menjadi penyebab utama timbulnya potensi kerugian negara yang besar.
“Kesalahan fatal TAPD yang hanya menerima data tanpa verifikasi dan validasi terkesan menjadi penyebab kerugian negara total lost Rp39,8 miliar,” kata Feri.
Lebih lanjut, Feri juga mengingatkan bahwa pengembalian uang negara dalam proses penyidikan tidak menghapus unsur pidana.
“Pengembalian kerugian negara sebesar Rp39,8 miliar dalam proses penyidikan tidak menghapus pidana. Kami meminta seluruh warga Kota Palembang untuk ikut mengawal proses hukum ini di Mapolda Sumsel,” pungkas Deputi K-MAKI Sumsel tersebut.
(Ical)
![]()
