jejakkasus.co.id, LAHAT – Tim Investigasi Masyarakat Peduli Lingkungan melakukan peninjauan ke lokasi pembangunan jalan houling batu bara dari PT MIP menuju PT BBA. Pembangunan ini menuai protes dari warga Desa Arahan dan Desa Gedung Agung, Kecamatan Merapi Timur, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, Kamis (11/9/2025).
Kunjungan investigasi tersebut dihadiri Ketua PW GNPK-RI Provinsi Sumatera Selatan, Aprizal Muslim S.Ag., bersama sejumlah aktivis dan tokoh masyarakat, di antaranya Bung Walan, Hendri Aidil Fajri S.T., Khairul Akbar S.I.P., Nata Biro Hilir, Ichsan Roby Muttaqin S.H., (Ketua Indonesia Justice Watch Kabupaten Lahat), serta tokoh masyarakat Merapi, Saipul Alamsyah S.H., dan Ali Azmi S.E., mantan anggota DPRD Kabupaten Lahat.
Di lokasi, terpantau jalan houling yang dibangun oleh PT Antar Lintas Raya (ALR), perusahaan yang tergabung dalam Titan Group. Menurut keterangan Saipul Alamsyah, pembangunan jalan tersebut dinilai bermasalah.
“Pembangunan jalan houling ini seperti siluman karena tidak ada izin resmi dari Pemprov Sumsel maupun Pemkab Lahat. Selain itu, lahan yang digunakan masih menjadi sengketa dengan masyarakat,” ujarnya.
Saipul menjelaskan, lahan yang dipersoalkan masyarakat membentang sepanjang 17 km dengan lebar 30 meter di atas perkebunan sawit PT Padang Bulak Jaya. Adapun Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan tersebut akan berakhir pada tahun 2025.
Sementara itu, Hendri Aidil Fajri menilai kasus ini sebagai contoh lemahnya sikap pemerintah daerah dalam menyelesaikan persoalan dengan perusahaan.
“Sebenarnya pemerintah bisa saja mencabut atau tidak memperpanjang izin HGU, sehingga lahan otomatis kembali kepada masyarakat. Apalagi luas lahan yang disengketakan mencapai 400 hektare dan terkena dampak pembangunan jalan houling ini,” tegasnya.
Menurut Hendri, sejak 2015 hingga kini, belum ada penyelesaian ganti rugi dari PT Padang Bulak Jaya kepada masyarakat.
Di sisi lain, Ketua Indonesia Justice Watch Kabupaten Lahat, Ichsan Roby Muttaqin S.H., menilai kasus ini dapat menjadi “bom waktu” jika tidak segera ada penyelesaian.
“Kalau perusahaan sudah bertindak sewenang-wenang tanpa komunikasi dengan masyarakat, itu sama saja dengan aturan preman. Jangan salahkan masyarakat jika nanti mereka bertindak dengan cara sendiri. Kami berharap ada transparansi dan keterbukaan informasi, karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak,” tegas Roby.
Senada dengan itu, tokoh masyarakat sekaligus mantan anggota DPRD Lahat, Ali Azmi S.E., menuturkan bahwa warga tidak mempersoalkan siapa yang membangun jalan, tetapi mempermasalahkan lahan warga yang digusur tanpa musyawarah.
“Meski lahan itu berada dalam HGU, bukan berarti pemegang izin bisa seenaknya mengalihfungsikan tanpa melibatkan masyarakat. Titan Group melalui PT Antar Lintas Raya wajib mengadakan musyawarah dan pemberitahuan terlebih dahulu sebelum melakukan penggusuran,” jelasnya.
Hari ini, tim dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Sumatera Selatan bersama DLH Kabupaten Lahat telah turun ke lokasi. Mereka memasang patok batas sebagai tanda agar PT Antar Lintas Raya tidak melanjutkan pembangunan jalan houling dari PT MIP hingga PT Servo sebelum ada kejelasan izin dan penyelesaian dengan masyarakat.
(Ical)