Foto: SMPN 14 Kota Cirebon, Jl. Kebumen No.50, Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Jawa Barat
jejakkasus.co.id, CIREBON – Dugaan praktik jual beli seragam sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 14 Jl.Kebumen,No 50 Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon, Jawa Barat menuai sorotan dari para orang tua siswa baru.
Pasalnya, sejumlah wali murid mengaku diminta membeli paket seragam melalui pihak sekolah atau koperasi.
Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, menyebutkan setiap orang tua siswa dikenakan biaya sebesar Rp815 ribu untuk satu paket seragam.
Paket tersebut meliputi baju batik, baju olahraga satu set, topi, dasi, dan atribut sekolah lainnya.
Salah satu orang tua siswa yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, harga seragam yang ditawarkan melalui sekolah dinilai terlalu mahal dan memberatkan.
“Kami diminta membayar Rp815 ribu untuk paket seragam. Ini cukup membebani kami, apalagi tidak semua orang tua mampu,” keluhnya, Kamis (24/7/2025).
Praktik seperti ini, menurut para wali murid berpotensi melanggar aturan karena membatasi kebebasan orang tua untuk mencari seragam dengan harga lebih terjangkau di pasaran.
Untuk diketahui, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM) menyoroti pendidikan di Jawa Barat.
”Pendidikan itu harus satu sistem tak ada disparitas. Tak ada istilah ini kewenangan kabupaten, ini kewenangan provinsi”, kata Dedi Mulyadi (DM) di chanel YouTube miliknya.
Selain itu, KDM juga menyoroti beberapa hal diantaranya penjualan seragam sekolah.
Seragam sekolah diatur pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 50 Tahun 2022.
Dalam hal seragam yang harus digunakan oleh murid, akhirnya tergantung kebijakan sekolah masing-masing. Hal ini mengacu pada Paragraf 3 Pakaian Seragam Khas Sekolah Pasal 8.
Pengadaan seragam khas sekolah berlindung pada koperasi. Pada intinya bukan manajemen sekolah yang menjual seragam.
Padahal salah satu keuntungan anggota koperasi dapat membeli barang dan jasa dengan harga yang lebih terjangkau dibandingkan beli di luar koperasi.
Namun pada kenyataannya, seragam yang dijual oleh koperasi dengan kualitas yang minim tetapi harganya jauh lebih mahal dari harga pasar. Alasannya barang tak ada dipasaran.
Sementara itu, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat (Disdik Jabar) mengeluarkan surat edaran resmi bernomor 16739/PW.03/SEKRE yang menegaskan larangan penjualan seragam sekolah dan buku pelajaran di seluruh jenjang.
Langkah ini dilakukan untuk memastikan pengelolaan pembiayaan pendidikan di satuan pendidikan berjalan secara transparan, akuntabel, efektif, dan efisien.
Edaran tersebut juga bertujuan mengurangi beban biaya pendidikan yang harus ditanggung oleh orang tua atau wali murid.
Dilansir dari akun Instagram @disdikjabar, dijelaskan ada tujuh poin utama yang wajib dipatuhi oleh setiap satuan pendidikan. Di antaranya:
1. Dilarang memperjualbelikan seragam sekolah, baik seragam khas maupun pakaian olahraga, serta buku pelajaran dan LKS.
2. Dilarang mengarahkan pembelian seragam atau buku ke penyedia tertentu, baik oleh guru, tenaga kependidikan, maupun koperasi sekolah.
3. Pengadaan seragam dan buku tetap dapat dilakukan oleh orang tua secara mandiri, tanpa paksaan dan tidak memberatkan.
4. Sekolah wajib memastikan setiap kegiatan pembelian tidak menjadi beban tambahan bagi orang tua.
5. Dilakukan pembinaan dan pengawasan berkala terkait pelaksanaan kebijakan ini.
6. Bila ditemukan pelanggaran, masyarakat dapat melaporkannya ke pihak berwenang.
7. Setiap pelanggaran terhadap surat edaran ini akan dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Disdik Jabar menegaskan bahwa surat edaran ini merupakan bagian dari kebijakan resmi.
Meski begitu, para orang tua berharap pihak terkait dapat melakukan penelusuran dan memberikan kejelasan terkait pembelian seragam yang dianggap memberatkan tersebut.
(Tim)