Jejakkasus.co.id, LAHAT – Arman Hadi, mantan pemain Persib Bandung U-21, menyatakan bahwa Kongres Luar Biasa (KLB) yang diselenggarakan di Rumah Makan Bang Jo, Lembayung, Kabupaten Lahat, tidak sah dan patut diduga abal-abal.
Menurut Arman, rapat tersebut hanya dihadiri oleh beberapa perwakilan klub, antara lain Yono (Pengurus Merapi FC), Ratno (Pengurus Porcel Lahat), Juned (D Java Lahat), Bonuz FC, dan Rio Andika. Rapat tersebut tidak dihadiri oleh perwakilan dari Asprov PSSI Sumatera Selatan, sehingga dianggap melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PSSI.
“Dalam rapat yang diadakan di Rumah Makan Padang Bang Jo, jelas telah terjadi pelanggaran terhadap aturan organisasi. Saya merasa dirugikan karena tidak pernah diundang dalam rapat tersebut,” tegas Arman Maulana dalam konferensi pers pada Sabtu (3/5/2025). Ia juga menambahkan bahwa tempat berlangsungnya rapat adalah milik Leo Andika, Ketua Harian PSSI Kabupaten Lahat.
Arman menilai bahwa pelantikan hasil KLB tersebut juga tidak dihadiri oleh pengurus PSSI Provinsi, sehingga menjadikan hasil pemilihan ketua PSSI Kabupaten Lahat tidak sah dan tidak memenuhi kuorum.
Sementara itu, Sucipto, anggota Komisi Wasit Kabupaten Lahat, turut mengkritisi pelaksanaan KLB tersebut. Ia menyebutkan bahwa rapat hanya dihadiri oleh lima klub, padahal total klub yang tergabung dalam PSSI Kabupaten Lahat berjumlah sekitar 16 klub. “Ini jelas menabrak aturan AD/ART dan Statuta PSSI,” ujar Sucipto.
Di sisi lain, terdapat polemik mengenai rangkap jabatan dalam dunia olahraga. Secara umum, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (UU SKN), Pasal 40 menyatakan bahwa pejabat publik, termasuk anggota DPRD, dilarang menjadi pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Tujuannya adalah untuk mencegah konflik kepentingan serta menjaga independensi dan profesionalisme organisasi olahraga.
Namun, perlu dicatat bahwa UU SKN telah direvisi melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022, yang menghapus larangan tersebut dalam Pasal 41. Meski demikian, perdebatan masih berlangsung. Beberapa ahli hukum dan pemerhati hak asasi manusia menilai bahwa larangan rangkap jabatan dapat membatasi hak warga negara untuk berpartisipasi dalam pengelolaan olahraga.
Sejumlah surat edaran juga masih menekankan pentingnya menjaga independensi KONI, terutama dalam pengelolaan dana dan pengambilan keputusan. “KONI seharusnya diisi oleh individu yang memiliki kompetensi dan tidak memiliki konflik kepentingan, agar tujuan memajukan olahraga dapat tercapai,” ungkap Army, seorang pemerhati olahraga.
(Ical/Roby)