jejakkasus.co.id, INDRAMAYU – Pengurus Pusat Ikatan Wartawan Online (PP IWO) dengan tegas membantah klaim Teuku Yudhistira yang mengaku sebagai Ketua Umum IWO.
Berdasarkan keterangan resmi, Yudhistira telah kehilangan seluruh legitimasi keanggotaan di organisasi tersebut sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Pencabutan Keanggotaan Nomor 019/Skep/PP-IWO/VII/2023 pada 10 Juli 2023.
Dengan demikian, setiap tindakan atau pernyataan Yudhistira yang mengatasnamakan IWO dianggap tidak sah secara hukum, serta menyesatkan publik dan mencoreng reputasi profesi jurnalis.
Sebelum diberhentikan, Yudhistira yang sempat menjabat di IWO Sumatera Utara diketahui melakukan sejumlah pelanggaran organisasi.
Berdasarkan SK Nomor 010/PEM/PP-IWO/VIII/2023, kepengurusan IWO Sumatera Utara dibekukan karena tidak mematuhi ketentuan organisasi.
Yudhistira juga diduga mengeluarkan surat keputusan tanpa izin serta memicu perpecahan internal, sehingga diberhentikan secara resmi dari keanggotaan IWO.
Alih-alih menghormati keputusan organisasi, Yudhistira justru menerbitkan surat keputusan palsu Nomor 001-B/SK/PP-IWO-PUSAT/XI/2023 dan menyebarkan informasi bohong bahwa dirinya adalah Ketua Umum IWO.
Ia bahkan mendaftarkan hak cipta banner IWO bersama Dyah Arumsari ke Kementerian Hukum dan HAM pada 27 November 2023 tindakan yang jelas melanggar ketentuan Pasal 65 Undang-undang Hak Cipta, karena logo organisasi tidak dapat dicatatkan sebagai ciptaan yang dilindungi hak cipta bila telah menjadi merek dagang.
Ironisnya, pada 1 Agustus 2025, Yudhistira justru menggugat Perkumpulan IWO dan Kementerian Hukum dan HAM, dengan dalih bahwa pendaftaran merek resmi IWO merugikan hak ciptanya.
Padahal, IWO secara sah telah memiliki hak merek terdaftar dengan Nomor Registrasi IDM001313975, tertanggal 21 Maret 2025.
Lebih jauh, pada 29 Juli 2024, Yudhistira mendirikan organisasi tandingan bernama Perkumpulan Wartawan Warta Online (WWO) melalui Akta Pendirian Nomor 52. Meskipun demikian, ia masih menggunakan nama, logo, dan atribut IWO untuk aktivitasnya.
Ia juga disebut mencantumkan nama pejabat negara dalam struktur organisasi fiktif yang tidak terdapat dalam Anggaran Dasar IWO.
Tindakan tersebut dinilai sebagai penipuan publik dan penyalahgunaan dokumen hukum, serta memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam:
Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat,
Pasal 266 KUHP tentang keterangan palsu dalam akta autentik,
Pasal 382 bis KUHP tentang perbuatan curang yang menimbulkan persaingan tidak sehat, dan
Pasal 28 ayat (1) UU ITE tentang penyebaran berita bohong yang merugikan publik.
Atas dasar itu, PP IWO menegaskan bahwa Yudhistira harus segera diproses secara pidana agar tidak terus menyesatkan publik serta merusak nama baik organisasi IWO.
Ketua Umum IWO Dwi Christianto, S.H., M.Si. menegaskan bahwa IWO merupakan organisasi profesi wartawan yang mandiri, demokratis, dan diakui secara hukum.
“Yudhistira bukan lagi anggota maupun pengurus IWO. Ia sudah mendirikan WWO, tapi masih menggunakan atribut IWO serta menyebarkan informasi palsu. Ini tindakan kriminal yang harus diproses hukum,” tegas Dwi Christianto.
Ia menambahkan, selama setahun terakhir PP IWO telah menempuh berbagai langkah persuasif dan administratif, bahkan mengirim dua kali somasi kepada pihak Yudhistira, namun tidak diindahkan.
Akhirnya, PP IWO melaporkan Yudhistira ke Bareskrim Polri dengan Nomor Laporan LP/B/474/IX/2025/SPKT/BARESKRIM POLRI, tertanggal 25 September 2025.
“Kami mendesak aparat penegak hukum segera bertindak. Tindakan Yudhistira jelas melanggar hukum, menipu publik, dan merusak nama baik profesi jurnalis. Tidak boleh ada toleransi terhadap manipulasi dan penyebaran informasi palsu atas nama IWO,” tegas Ketua Bidang Advokasi dan Hukum PP IWO, Jamari Kusnaedi, S.E., S.H., M.H.
Sebagai informasi, IWO merupakan organisasi berbadan hukum yang didirikan pada 8 Agustus 2012 oleh sejumlah jurnalis media online, dan telah disahkan berdasarkan Akta Pendirian Nomor 22 Tahun 2017.
Kepengurusan terbaru periode 2023–2028 ditetapkan melalui Akta Perubahan Nomor 85 Tahun 2023, dengan Dwi Christianto, S.H., M.Si. sebagai Ketua Umum, Telly Nathalia sebagai Sekretaris Jenderal, dan Herawati Nurlia sebagai Bendahara Umum.
(Ron)
