LAHAT, jejakkasus.co.id – Batas waktu penghentian angkutan batu bara melalui jalan umum pada 1 Januari 2026 ditegaskan sebagai keputusan final tanpa kompromi. Hal ini menyusul polemik yang berkembang terkait tuntutan Kepala Desa Sengkang, Kecamatan Merapi Timur, terhadap PT Akses Lintas Raya (PT ALR) sebagaimana beredar dalam sebuah video di media sosial.
Dalam video tersebut, Kepala Desa Sengkang, Jamari, menyatakan hasil Musyawarah Desa yang meminta penghentian sementara pembangunan jalan hauling batu bara oleh PT ALR, dengan alasan belum adanya penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara perusahaan dan masyarakat desa.
Menanggapi hal itu, Ketua PW GNPK-RI Provinsi Sumatera Selatan, Aprizal Muslim, menilai pernyataan Kepala Desa Sengkang banyak mengandung kekeliruan dan tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
“Berdasarkan penelusuran kami dan komunikasi dengan berbagai pihak, kerja sama PT Akses Lintas Raya dengan desa-desa yang dilalui jalan hauling sudah clear and clean. Semua telah difasilitasi dan dilandasi nota kesepahaman yang sah,” tegas Aprizal.
Aprizal menjelaskan bahwa PT ALR telah menjalin kerja sama dengan seluruh desa yang dilintasi jalur hauling batu bara tanpa diskriminasi, baik dalam bentuk pengadaan material seperti batu, koral, hingga pembangunan fasilitas pendukung, termasuk jembatan. Selain itu, perusahaan juga memprioritaskan tenaga kerja lokal dari desa-desa setempat.
“Nilai kerja sama itu tidak sedikit. Semua desa diperlakukan sama. Tidak ada perbedaan,” ujarnya.
Terkait tuntutan tambahan dari Desa Sengkang, seperti permintaan jalan khusus masyarakat menuju kebun serta izin aktivitas ekonomi di sepanjang jalur hauling, Aprizal menilai hal tersebut justru berpotensi menghambat target utama, yakni pengoperasian jalan hauling sebelum 1 Januari 2026.
“Ini jalan khusus batu bara. Kalau nanti diizinkan berjualan atau aktivitas lain, akan muncul persoalan baru—debu, keselamatan, hingga konflik sosial. Jangan sampai nanti demo lagi,” katanya.
Aprizal menegaskan bahwa surat edaran Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru, terkait penghentian angkutan batu bara di jalan umum mulai 2026 merupakan harga mati dan tidak dapat ditawar.
“Jika masih ada truk batu bara melintas di jalan negara setelah 1 Januari 2026, masyarakat Merapi siap menghentikannya. Jangan sampai warga turun ke jalan,” tegasnya.
Ia juga menyoroti dampak serius yang selama ini dirasakan masyarakat di Kabupaten Lahat dan Muara Enim akibat angkutan batu bara di jalan umum, mulai dari kemacetan parah, kerusakan infrastruktur, debu, hingga kecelakaan lalu lintas yang memakan korban jiwa.
Aprizal menambahkan bahwa PT Akses Lintas Raya telah berupaya maksimal memfasilitasi kepentingan masyarakat desa melalui berbagai bentuk kerja sama dengan pemerintah desa. Bahkan, proyek jalan hauling batu bara tersebut telah mendapat dukungan resmi dari Gubernur Sumatera Selatan, melalui surat tertanggal 18 Desember 2025 yang ditandatangani langsung oleh Herman Deru.
“Persoalan pembebasan lahan dan peralihan fungsi HGU harus diselesaikan sejak awal dengan musyawarah. Jangan sampai memicu konflik berkepanjangan,” pungkas Aprizal.
(Ical)
