SALATIGA, jejakkasus.co.id – Dugaan penyalahgunaan wewenang dan praktik korupsi yang melibatkan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial BK, saat masih menjabat sebagai Kepala Bidang (Kabid) di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Salatiga, mencuat ke publik.
Serangkaian dugaan pelanggaran tersebut disebut terjadi dalam kurun waktu 2018 hingga 2024 dan diduga memberikan keuntungan pribadi bagi yang bersangkutan.
Informasi itu diperoleh dari hasil investigasi media yang mengklaim telah mengantongi bukti digital berupa data dan dokumen yang tersimpan dalam sebuah flashdisk.
Bukti-bukti tersebut memuat dugaan manipulasi data kehadiran pada program padat karya, pemalsuan nama pekerja, hingga pemotongan honor Tenaga Harian Lepas (THL).
Selain itu, BK juga diduga menyalahgunakan fasilitas negara berupa armada truk tangki air milik dinas untuk kegiatan jual beli air bersih. Keuntungan dari praktik tersebut diperkirakan mencapai Rp3 juta hingga Rp4 juta per bulan.
Tak hanya itu, BK juga diduga melakukan manipulasi anggaran dalam kegiatan rolling taman di Kota Salatiga. Dalam kegiatan tersebut, ia disebut mengajukan anggaran pengadaan tanaman baru, padahal tanaman yang dipasang berasal dari taman lain.
Menurut keterangan narasumber, dugaan penyimpangan lain berupa praktik pungutan liar (pungli) turut terjadi dalam kegiatan pemotongan pohon. BK disebut memungut biaya sekitar Rp2,5 juta untuk setiap kegiatan penebangan.
Namun demikian, narasumber mengaku tidak mengetahui secara rinci terkait dugaan manipulasi data THL dan pemotongan honor tersebut.
Indikasi penyelewengan lainnya juga muncul pada pengelolaan kayu hasil tebangan. Kayu yang seharusnya dicatat sebagai aset daerah diduga justru diperjualbelikan untuk kepentingan pribadi, baik dalam bentuk gelondongan maupun kayu bakar.
Selain itu, narasumber menyoroti adanya dugaan kejanggalan pada anggaran Bahan Bakar Minyak (BBM), lantaran ditemukan data pengeluaran operasional meski armada dinas disebut tidak digunakan.
Perkara ini dikabarkan telah masuk dalam penanganan Kejaksaan Negeri Salatiga. Namun, menurut informasi yang diterima media, proses hukum tersebut dinilai berjalan lambat dan belum menunjukkan perkembangan signifikan.
Tim investigasi media telah berupaya menghubungi Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Salatiga, Erwin, untuk meminta klarifikasi, namun hingga berita ini diterbitkan belum memperoleh tanggapan.
Apabila dugaan tersebut terbukti, BK berpotensi dijerat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur penyalahgunaan wewenang karena jabatan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain serta merugikan keuangan negara, dengan ancaman pidana penjara, denda, dan pidana tambahan.
Selain sanksi pidana, tindakan penyalahgunaan kewenangan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, khususnya Pasal 17, yang mengatur sanksi administratif terhadap pejabat publik yang melampaui kewenangan, mencampuradukkan kewenangan, atau bertindak sewenang-wenang.
Secara hukum, tindak pidana korupsi di Indonesia diancam sanksi berat, mulai dari pidana penjara seumur hidup atau pidana minimal 4 tahun hingga 20 tahun, denda ratusan juta hingga miliaran rupiah, serta pidana tambahan berupa perampasan aset dan pencabutan hak untuk menduduki jabatan publik.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Kejaksaan maupun instansi terkait mengenai perkembangan penanganan kasus tersebut. Media ini masih berupaya melakukan konfirmasi lanjutan guna memenuhi prinsip keberimbangan pemberitaan.
(Kholik)
