jejakkasus.co.id, PALEMBANG – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya (FISIP) bekerja sama dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) akan menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Kedaulatan Rakyat dalam Perspektif Nilai-Nilai Pancasila”.
Kegiatan ini merupakan bagian dari kajian akademik yang diharapkan mampu memperkuat pemahaman publik mengenai makna kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila.
Salah satu narasumber dalam FGD ini adalah H. Albar Sentosa Subari, S.H., SU., pengamat hukum sekaligus Ketua Jejaring Panca Mandala Sriwijaya Sumatera Selatan.
Selain pernah berkiprah di dunia akademisi, Albar juga aktif sebagai mitra Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sejak terbentuk pada akhir 1999 hingga saat ini. Ia diharapkan dapat mengupas tema dari perspektif nilai-nilai Pancasila.
Dalam konteks kedaulatan rakyat, Albar menilai terdapat banyak keterkaitan dengan sistem pemerintahan tradisional yang pernah hidup di Nusantara.
Salah satu contohnya adalah sistem pemerintahan Marga di Sumatera Selatan. Meskipun secara normatif telah dihapus melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979.
Serta ditindaklanjuti dengan Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 142/KPTS/III/1983, keberadaan Marga tetap diakui sebagai kesatuan masyarakat hukum adat dan kemudian disebut sebagai Lembaga Adat.
Dari sistem pemerintahan tradisional ini, masih dapat ditemukan nilai-nilai yang sejalan dengan Pancasila, seperti musyawarah mufakat, kebersamaan, serta penghormatan antaranggota masyarakat. Nilai-nilai tersebut relevan untuk dipadukan dengan kehidupan demokrasi modern.
Pada subjudul FGD, yakni “Perspektif Hukum Tata Negara dalam Konteks Kedaulatan Rakyat Berdasarkan Nilai-Nilai Pancasila”, akan dibahas lebih mendalam teori integralistik yang dikemukakan Prof. Dr. R. Soepomo, S.H.
Teori ini meski menuai pro dan kontra di kalangan akademisi hukum adat, tetap menjadi rujukan penting dalam memahami model kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan Indonesia.
Konsep tersebut juga berkaitan erat dengan hukum tata negara adat, sebagaimana dikupas oleh Prof. Herman Sihombing dan dituangkan dalam bukunya Hukum Tata Negara Adat (HTN Adat).
Mengutip pandangan Prof. Dr. A. Hamid S. At-Tamimi, S.H., pola integralistik Soepomo memiliki kemiripan dengan sistem pemerintahan desa di Indonesia, termasuk Marga di Sumatera Selatan.
Ia menilai bahwa lembaga-lembaga negara, seperti MPR, dapat dianalogikan dengan rapat desa atau rembuk desa, sementara presiden diposisikan sebagai kepala desa dalam sistem pemerintahan tradisional.
Dengan demikian, sistem ketatanegaraan Indonesia merupakan wujud khas demokrasi Indonesia yang berpijak pada hukum (rechtsstaat) serta berlandaskan konstitusi.
Sebagaimana amanat Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”, diperlukan kejelasan hubungan antara rakyat dengan lembaga negara, seperti DPR, MPR, maupun Presiden.
Dalam konteks demokrasi, rakyat memegang dua posisi sekaligus: sebagai pemilik kedaulatan (citoyen/citizen) dan sebagai pihak yang diperintah (sujet/subject).
FGD bertajuk “Kedaulatan Rakyat dalam Perspektif Nilai-Nilai Pancasila” ini dijadwalkan berlangsung pada Sabtu, 23 Agustus 2025, bertempat di Ruang Tanjak, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya, Palembang.
(Agus PS)