jejakkasus.co.id, PAMEKASAN – Negara setiap tahun meraup pendapatan ratusan triliun rupiah dari sektor tembakau. Namun, di balik angka fantastis itu, para petani tembakau masih harus menjerit karena kesejahteraan mereka jauh dari kata layak.
“Katakanlah kebenaran walau pahit. Negara membangun dari uang pajak, tetapi hidup petani semakin tidak layak. Di balik tembakau ada keringat yang menjaga roda kehidupan agar terus berputar, demi menyatukan, bukan memisahkan,” ungkap seorang aktivis tani, Sabtu (20/9/2025).
Ironisnya, pemerintah dinilai lebih fokus pada besarnya pemasukan negara daripada memperhatikan nasib rakyat kecil yang menjadi tulang punggung produksi tembakau. Pajak terus dinaikkan, sementara jerih payah petani tidak berbanding lurus dengan harga jual yang mereka terima.
Pertanyaan besar pun muncul: “Apakah pemerintah sudah melakukan terobosan nyata untuk mengentaskan kemiskinan petani dengan hasil pajak yang diperoleh?”.
Tembakau yang menjadi salah satu penyumbang pendapatan terbesar negara melalui sebatang rokok ternyata belum mampu memberikan harga yang layak dan kesejahteraan bagi petaninya. Sistem yang ada dianggap lumpuh dan gagal memberikan perlindungan.
“Bagi kami, menanam bukan sekadar mencari nafkah, tapi juga menjaga dari perusak mimpi. Di sawah kami, tikus bukan sekadar hama, melainkan simbol kerusakan. Mereka bekerja diam-diam, tapi dampaknya menghancurkan,” ujar seorang petani dengan nada getir.
Negara yang kuat, sejatinya, tidak hanya berdiri di atas beton dan infrastruktur, tetapi juga dari hasil bumi yang memberi makan rakyatnya.
Namun kenyataannya, sumber daya alam yang ada lebih banyak dinikmati segelintir pihak. Rakyat kecil justru hanya menjadi penonton dari kekayaan negerinya sendiri, dan sering kali hanya kebagian sisa.
(Mrt)
Editor: Fauzy Rasidi