PALI, jejakkasus.co.id – Pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Talang Ubi di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) menuai sorotan tajam. Proyek yang semestinya menjadi kebanggaan daerah itu justru menimbulkan tanda tanya besar setelah nilai kontraknya disebut-sebut berubah drastis tanpa penjelasan hukum yang jelas.
Awalnya, proyek pembangunan RSUD Talang Ubi bernilai Rp10 miliar, namun kemudian turun menjadi Rp3 miliar. Tak lama berselang, muncul lanjutan pekerjaan senilai Rp32 miliar. Perubahan nilai yang signifikan ini menimbulkan dugaan adanya ketidakwajaran dalam proses pengelolaan anggaran.
Deputi Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K-MAKI) Sumatera Selatan, Feri Kurniawan, menilai kondisi tersebut bukan sekadar kejanggalan administratif, melainkan indikasi kuat adanya permainan anggaran yang dikemas dalam dalih prosedural.
“Kalau uang rakyat bisa berubah bentuk secepat itu, kita patut curiga. Ini proyek pembangunan atau proyek akal-akalan? Pengurangan kontrak boleh saja, tapi harus transparan dan sesuai aturan hukum, bukan berdasar tafsir pribadi,” tegas Feri kepada SuaraMetropolitan, Jumat (17/10/2025).
Menurutnya, dalam sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah, setiap perubahan kontrak (addendum) harus memiliki dasar hukum dan batas nilai yang diatur ketat. Jika dilakukan tanpa payung regulasi, maka tindakan itu bisa dikategorikan sebagai penyalahgunaan kewenangan.
“Kalimat ‘tidak ada aturan bukan berarti tidak boleh’ itu menyesatkan. Dalam keuangan negara, yang tidak diatur justru dilarang. Kalau semua pejabat berpikir seperti itu, negara bisa bangkrut karena kreativitas yang salah arah,” sindirnya.
Feri juga menyoroti peran Bupati PALI yang dinilai terlalu longgar memberikan ruang tafsir kebijakan kepada bawahannya. Ia menegaskan, kepala daerah tidak bisa berlindung di balik alasan “tidak tahu” karena seluruh keputusan keuangan daerah tetap menjadi tanggung jawab bupati.
“Kalau benar kebijakan ini tanpa prosedur sah, bukan hanya Kadis yang bisa terseret. Pimpinan daerah juga harus siap memikul beban politik dan hukumnya. Jangan sampai gara-gara satu kebijakan janggal, satu kabupaten jadi bahan olok-olok publik,” ujar Feri.
K-MAKI Sumsel kini berencana menelusuri dokumen kontrak dan addendum proyek RSUD Talang Ubi. Jika ditemukan ketidaksesuaian atau pelanggaran, pihaknya siap membawa temuan tersebut ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan.
“Kami tidak ingin berpolemik, tapi kalau ada aroma penyimpangan, K-MAKI akan bergerak. Uang rakyat tidak boleh dikelola dengan gaya ‘asal jadi’. Proyek kesehatan seharusnya wujud kepedulian, bukan ladang kepentingan,” tutupnya.
(Ical)