PALI, jejakkasus.co.id – Di tengah instruksi Presiden Prabowo Subianto untuk memangkas kegiatan seremonial dan kunjungan kerja yang tidak mendesak demi efisiensi anggaran negara, justru muncul rencana kegiatan studi tiru yang melibatkan sekitar 65 desa di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan.
Rencana kegiatan tersebut menjadi sorotan publik, lantaran dinilai kurang relevan dengan kondisi desa-desa di PALI yang masih menghadapi berbagai persoalan pembangunan, sementara sejumlah program pusat seperti ketahanan pangan dan koperasi merah putih belum berjalan optimal.
Informasi yang diperoleh menyebutkan, kegiatan studi tiru itu akan dikoordinir oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) PALI dengan anggaran yang bersumber dari Dana Desa dan ditaksir mencapai hampir Rp 1 miliar.
Ironisnya, meski lokasi kunjungan masih berada di dalam Provinsi Sumatera Selatan—yakni ke wilayah Gelumbang dan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim—setiap desa tetap dibebani biaya sebesar Rp 15 juta.
Kegiatan yang disebut-sebut bertujuan meningkatkan kapasitas perangkat desa ini pun menuai kritik karena dikhawatirkan hanya menjadi ajang “pelesiran” dan berpotensi disalahgunakan.
GNPK-RI Sumsel Desak Audit dan Evaluasi Menyeluruh
Menanggapi hal tersebut, Ketua PW GNPK-RI Provinsi Sumatera Selatan, Aprizal Muslim atau yang akrab disapa Bang Ical, menegaskan bahwa apabila kegiatan tersebut benar dilaksanakan, maka perlu dilakukan evaluasi serius dan audit menyeluruh oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“BPK segera lakukan audit kegiatan ini, apalagi sekarang BPK sedang berada di PALI. Jangan sampai program seperti ini hanya jadi bancakan di tengah defisit. Kepala desa jangan dijadikan lumbung dana oleh oknum-oknum tertentu,” tegas Bang Ical, Rabu (12/11/2025).
Ia mengingatkan bahwa secara hukum, penanggung jawab keuangan desa tetap berada di tangan kepala desa. Jika dalam realisasinya para kepala desa harus menanggung biaya tambahan di luar rencana, maka mereka yang akan paling dirugikan.
“Kalau dalam pelaksanaannya kepala desa harus tombok sana-sini, yang kasihan itu kepala desanya. Ini harus benar-benar jadi perhatian,” ujarnya.
Lebih lanjut, Aprizal juga menyoroti indikasi adanya pos-pos seremonial dalam APBDes yang tidak berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat desa.
“APBDes itu untuk masyarakat desa. Itu uang rakyat, bukan untuk kegiatan seremonial yang manfaatnya tidak jelas,” tegasnya.
Minta Kejaksaan Tinggi Sumsel Turun Tangan
PW GNPK-RI Sumsel juga mendesak agar Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan segera menindaklanjuti dan menyelidiki penggunaan dana desa dalam kegiatan studi tiru tersebut.
“Kami akan terus mengawal kegiatan ini. Jangan sampai uang rakyat digunakan untuk kepentingan pribadi,” tandas Bang Ical.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, pihak Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) PALI belum dapat dikonfirmasi terkait rencana kegiatan dimaksud.
(Tim)
