PALI, jejakkasus.co.id – Dugaan penyimpangan serius dalam penyaluran Program Keluarga Harapan (PKH) mencuat di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI). Sejumlah warga penerima manfaat melaporkan tindakan seorang oknum pendamping PKH berinisial D.A., yang diduga menahan serta menguasai kartu ATM dan buku tabungan milik penerima manfaat selama hampir tiga minggu.
Laporan warga tersebut langsung disikapi oleh Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten PALI, yang menggelar mediasi resmi pada Selasa, 11 November 2025, bertempat di ruang rapat Kepala Dinas. Mediasi dipimpin langsung oleh Plt. Kepala Dinas Sosial PALI, Metty Etika, S.Sos., M.Si.
Dalam pertemuan itu, sembilan warga Kelurahan Pasar Bhayangkara menyampaikan keluhan bahwa selama kartu berada di tangan oknum pendamping, terjadi transaksi penarikan dana yang tidak mereka ketahui.
“Kami diminta menyerahkan kartu dan buku tabungan dengan alasan verifikasi ke pusat. Tapi setelah dikembalikan, ternyata ada saldo yang berkurang,” ungkap salah satu penerima manfaat dengan nada kecewa.
Menanggapi laporan ini, Ketua Pimpinan Daerah GNPK-RI Kabupaten PALI, Bung Pidin Carles Ote, menyatakan bahwa pihaknya akan terus mengawal kasus tersebut karena menyangkut hak warga kurang mampu.
Pidin menjelaskan bahwa berdasarkan informasi yang dihimpun, dugaan penyalahgunaan bermula saat pendamping mendatangi rumah warga dan meminta kartu ATM PKH berserta PIN dengan alasan administrasi verifikasi data. Namun, kartu tersebut tak kunjung dikembalikan selama berminggu-minggu, sementara dana bantuan diduga telah ditarik tanpa seizin pemiliknya.
Pidin menambahkan, pihak Dinsos telah berkomunikasi dengan warga yang dirugikan dan menegaskan komitmennya untuk bertindak tegas terhadap setiap bentuk penyimpangan.
Dinsos PALI: Pendamping Tidak Berhak Memegang Kartu dan PIN
Plt. Kadinsos PALI, Metty Etika, menegaskan bahwa pendamping PKH tidak memiliki kewenangan memegang kartu atau PIN penerima manfaat dalam kondisi apa pun.
“Jika terbukti ada oknum yang melakukan pemotongan, penahanan, atau penyelewengan dana bantuan sosial, maka tindakan itu merupakan pelanggaran hukum dan akan diproses sesuai ketentuan,” tegas Metty.
Dinsos memastikan akan melakukan penyelidikan mendalam dan siap berkoordinasi dengan aparat penegak hukum bila ditemukan bukti kuat terjadinya penyalahgunaan.
Program PKH sendiri merupakan bantuan sosial bersyarat dari Pemerintah RI yang diberikan kepada keluarga miskin, dengan nilai bantuan berkisar Rp2,4 juta hingga Rp3 juta per tahun, sesuai kategori dan data DTKS.
Di tempat terpisah, Aprizal Muslim, S.Ag., Ketua PW GNPK-RI Provinsi Sumatera Selatan, mendesak aparat kepolisian maupun kejaksaan agar segera melakukan penyidikan terhadap oknum yang diduga menilap dana PKH milik warga.
“Ini tindakan yang tidak dapat ditoleransi. Aparat harus segera turun tangan karena ini menyangkut hak masyarakat miskin,” tegas Aprizal.
Ia berharap proses hukum berjalan objektif dan berpihak pada keadilan.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi seluruh pendamping PKH agar bekerja secara profesional, transparan, dan berintegritas. Pemerintah daerah menegaskan komitmennya untuk melindungi hak masyarakat kurang mampu serta menindak tegas setiap upaya penyelewengan dana bantuan sosial.
(Ical)
