Jejakkasus.co.id, MUARA ENIM – Suasana rapat perundingan terkait sengketa antara PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan warga Muara Enim memanas setelah awak media dilarang meliput jalannya pertemuan di Ruang Rapat Bupati Muara Enim, Selasa (16/9/2025).
Rapat tersebut membahas kasus perusakan rumah milik M. Ali Parizi yang diduga dilakukan oleh PT KAI. Namun, sebelum rapat dimulai, Kabag Hukum Pemkab Muara Enim, Ratna, bersama Asisten II, meminta awak media meninggalkan ruangan.
“Ini rapat internal, tidak boleh dipublikasikan terlebih dahulu. Setelah selesai nanti akan ada pers rilis,” ujar Ratna, seraya meminta tiga wartawan keluar dari ruang rapat.
Tindakan tersebut memicu kekecewaan dari Ketua MIO Muara Enim, Yogi Yolanda. Ia menilai pengusiran wartawan dari ruang rapat merupakan bentuk penghalangan tugas jurnalistik.
“Ini jelas mencederai kemerdekaan pers sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999. Wartawan hadir untuk melaksanakan tugas peliputan, bukan untuk mengganggu,” tegas Yogi.
Nada serupa juga disampaikan oleh jurnalis Hapizul Ahkam. Ia menyayangkan sikap Kabag Hukum yang menutup akses informasi, padahal media telah mengikuti perkembangan kasus ini sejak awal.
Lebih jauh, situasi kian memanas ketika salah satu wartawan mencoba mengonfirmasi Ratna usai rapat. Handphone yang digunakan untuk merekam wawancara justru diambil dan dimatikan oleh Ratna, diduga untuk menghindari rekaman video awak media.
Selain perwakilan Pemkab Muara Enim, rapat tersebut juga dihadiri pihak PT KAI, warga terdampak, Kanwil Kemenkumham Sumsel, serta pejabat terkait lainnya.
Peristiwa ini menimbulkan sorotan publik karena dinilai bertentangan dengan prinsip transparansi, terlebih rapat tersebut menyangkut kepentingan masyarakat luas.
(Agus PS)